Wednesday, March 23

Keramaian yang Menyesakkan

"Aku"

Setelah pergi dari keramaian yang menyesakkan tersebut, aku berdiam di sudut belakang kelas 8 C. bersama dua orang temanyang sedang membaca buku TIK mereka. Selang beberapa detik, keramaian yang baru saja kutinggalkan berpindah ke kelas ini. Peraih nilai Matematika tertinggi memang disini adanya. Begitu pula yang terendah. Kau tahu, peraih nilai terendah tersebut adalah anak yang ‘pintar’ menurut teman temannya. Ya, keramaian yang kumaksud tadi disebabkan oleh tiga lembar kertas yang penuh dengan angka-angka; nilai matematika.

kalau aku tidak termasuk orang yang berebut didalam keramaian tersebut, aku pasti sedang memandanginya penuh arti. Mengasyikkan. Melihat wajah wajah penasaran; pemilik wajah wajah tersebut belum kebagian melihat nilai. Melihat wajah wajah gembira; mereka mendapat nilai bagus pastinya, setidaknya memuaskan diri mereka. Melihat wajah wajah sedih dan kecewa; nilai mereka tidak memuaskan.

di keramaian yang ini, aku bisa mendengar kalimat kalimat seperti “dapet nilai #”, “nomor ujian ###”, “siapa sih itu”, “nilainya jauh banget ya”, “padahal yang lain pada dapet 9”. Aku memutusan untuk diam.

Tak lama kemudian, seorang cewek pintar yang terkenal heboh, menghampiri Novella.

“lo absen berapa?”

“##”

“…” tercengang. “udah liat nilai mtk?”. Yang ditanya tersenyum pahit, mengangguk.

“kok bisa sih!? Lo ‘kan pinter? Lo bisa kan ngerjainnya?”. Novella tersenyum, ia tidak tahu harus menjawab apa. Oh, dia tidak mampu menjawab. Terlalu menyakitkan. Ia pun menangis tertahan. Si cewek heboh semakin bingung, kini mulai merasa bersalah. Satu detik setelah kalimat barusan, bel berbunyi.

Semua anak segera kembali ke bangkunya setelah meletakkan tas di depan kelas. Wajah Novella menjelaskan teman-teman disekitarnya bahwa ia “habis nangis”. Saat itu pula Novella bisa merasakan tatapan tatapan yang menuduh, ‘dia mendapat nilai matematika terendah satu angkatan’. Citraan ‘pintar’nya yang sudah susah payah dia buat leleh seketika. Ia sangat menyesal atas itu. Sulit juga mengabaikan pertanyaan-pertanyaan mereka yang ingin tahu. Untung saja guru pengawas membentak kami, menyuruh diam. Sepatutnya Novella berterimakasih. Sejenak ia dapat melupakan semuanya. Fokus. Masih ada ulangan TIK, tidak boleh terhanyut oleh nilai itu. Kalau Matematika gagal, yang ini tidak boleh gagal.

Ternyata memang hanya sejenak. Selesai Novella mengerjakan ke-40 soal, ia keluar kelas dan mendapati teman temannya saling bertanya nilai mtk. “sebaiknya aku menghindar dari siapa pun. Aku benar benar tidak ingin terlibat pertanyaan itu. Memuakkan.”


"Novella"

Di detik-detik dimana aku harus mengabaikan semua pertanyaan memuakkan tersebut, yang aku butuhkan hanya ‘anda’. Saat itu juga aku berharap ini adalah kelas 7, dimana aku sebangku dengan anda saat ulangan begini. You may be the one and only girl who can calm me down. Then you cheer me up.

Untuk kalian yang masih memandangku seperti itu, diamlah. Apa kalian mengerti perasaan seseorang yang sedang jatuh? Ingin diperhatikan? Ingin mencurahkan kesedihannya? Sayangnya aku bukan orang yang seperti itu. Cukup bertindak seakan semua baik baik saja. Dan semua akan terasa baik baik saja. Bukan berarti aku melupakan nilai tersebut. Aku justru meletakkannya diatas, dan berharap dengan begitu semangatku akan terpacu. Aku tidak membagi kesedihanku. Biarlah aku menanggungnya sendiri, kalau pun aku ingin berbagi, aku punya keluargaku. Jadi kalian, diamlah.

*********

Novella hanyalah nama samaran. Tulisan ini aku ketik disebelah sebuah Novel, inspirasi nama samaran.



@arazaro

No comments:

Post a Comment