Sunday, June 29

Belitung Island

Tanggal 23-25 Juni 2014, famgath DTE FTUI kali ini ke Pulau Belitung! I was excited karena aku teringat laskar pelangi. Dan benar saja, menurut tour guide (baru ku ketahui di akhir, pas nunggu delay pesawat pulang) yang namanya Hendra, Belitung baru banyak mobil tahun 2008. Itu ketika Belitung mulai didatangi orang untuk wisata, yaitu setelah ia dipublikasi oleh Andrea Hirata, melalui tulisannya, “Laskar Pelangi” yang diangkat menjadi sebuah film layar lebar. Tak heran “Museum Kata Andrea Hirata” ini turut menjadi destinasi wisata Belitung.

novel Laskar Pelangi dalam berbagai bahasa


Sebelum ke sana, kami sudah mengunjungi juga replika sekolah Muhammadiyah, sekolahnya kesepuluh murid Bu Muslimah, di Gantong. Konon, yang asli sudah dijadikan sekolah.

Hari beranjak siang, perut berderak lapar. Pergilah rombongan kita ke restoran Fega. Restoran ini punya panorama muara yang indah. Di sana kebetulan ketemu pak bupati Belitung, adiknya Ahok. Di Belitung, seperti wajarnya kepulauan yang kaya sumber laut, makanannya pun tak jauh dari seafood. Ikan bakar, cumi goreng, atau bakso udang adalah menu makanan restoran-restoran Belitung.

Hari Kedua
dibalik topi ini ada adikku lagi melihat pemandangan dari kaca bus
Bersiap untuk seharian di laut!
Mulai dari Pantai Tanjung Kelayang. Pakai pelampung, pakai sunblock, topi lebar, foto rombongan, tak lupa kirim salam untuk…
gak jadi dikirim ke temen-temen rohis soalnya salah ambil foto, harusnya view lautnya juga diambil...

Lalu naik perahu, berlayar ke pulau pasir! Belum sempat perahu tertambat, aku sudah lompat ke laut, berenang di sejuknya air laut yang hampir menenggelamkan pulau ini. Belitung sangat kaya akan pasir timah, tetap kaya walau berton-ton sudah berpindah ke Singapura, turut andil pada megahnya Santosa Island. Bolehlah berterima kasih pada Andrea Hirata, yang memancing publik untuk menyorot Belitung sehingga selamat oleh kesadaran untuk lestarikan sisa-sisa keindahan alamnya.
Mobilisasi dengan perahu, menikmati pemandangan pulau-pulau kecil di antara bentangan laut biru sambil diterpa angin yang selalu hampir menerbangkan topi kami. Singgahlah di Pulau Burung. Ada fun games yang diikuti dosen-dosen, sementara anak-anak sudah menghamburkan perlengkapan pantai mereka, membuat istana pasir, dilengkapi benteng yang juga pasir disekitarnya demi menahan dari ombak. Yang lebih besar, berenang menengah ke laut sejauh mereka berani, membiarkan diri terombang ombak, merelakan kulit terbakar surya.

Kalau saja abang dan kakak (begitu orang Belitong menyebutnya) EO ini tidak ada, tak akan ingat kami untuk beranjak. Kembalilah kami ke perahu, mengarungi lautan dan berhenti di suatu titik. Aku membuka bungkus Saltcheese dan memoteknya kecil-kecil, menaburkan di laut. Satu ikan datang, mencicip suguhan itu. Disusul kawanannya, cantik sekali, Masya Allah. Teman-teman di perahu lain sudah asyik di permukaan laut ketika goggle tiba di perahuku. Penuh semangat, kami pun segera bersiap snorkeling. Aku membawa serta saltcheese di botol bekas mineral untuk mendatangkan ikan-ikan ke sekelilingku. Sisik mereka berpendar menyempurnakan keindahan panorama dasar laut. Kami sangat menyayangkan waktu yang terlau sebentar untuk keseruan ini.
Ternyata kami kelelahan juga, saat pelayaran ke suatu pulau untuk makan dan bersih-bersih, buaian angin laut melelapkan kami.

Pantai tanjung tinggi. Mahabesar Allah, batu-batu besar yang kokoh bersanding dengan akar pepohonan raksasa. Menjadikan rimbun suasana yang berpadu dengan tenangnya air laut. Di sana juga ada monumen Laskar Pelangi, menandakan bahwa inilah salah satu keindahan alam yang dipromosikan melalui film tersebut.


Hari Ketiga
Kalau kemarin kami menikmati sengatan mentari, hari ini kami kegerahan bukan kepayang oleh mentari Belitung ini. Di hari terakhir ini kami berkunjung ke Museum Belitung. Di sana dipajang berbagai jenis batuan di Belitung, ada juga replika tambang timah, dan beberapa jenis satwa. Salah satunya ada buaya laskar pelangi. Haha.
Lalu berkunjung ke beberapa pusat oleh-oleh. Salah satunya Rumah Batik. Corak batik Belitung diantaranya adalah Kantong Semar dan Kremunte. Ah, aku dulu penasaran apa itu Kremunte yang disebut-sebut di salah satu lagu Musikal Laskar Pelangi. Ternyata tanaman khas Belitung

Kabar keterlambatan pesawat mendamparkan kami disini. Abang Henkus bercerita bahwa semasa kecil ia suka berenang disini. Naik sepeda ramai-ramai, menempuh 10 kilometer. Satu sepeda berboncengan, mengayuhnya bergantian 3-4 kali. Dulu sungai ini airnya tinggi namun tenang, bersih. Sehingga menjadi satu dari sedikit hiburan bagi mereka yang dulu masih bocah-bocah. Pertambangan timbah yang menjadi sebab memekatnya air di sini, lalu tempat ini ditinggalkan dan beginilah jadinya…
Keterlambatan pesawat ternyata ditambah 2 jam setelah 2 jam. Setelah terjebak bosan di ruang tunggu bandara, pesawat dari Jakarta itu pun mendarat disambut sorak calon penumpang yang harus meregangkan otot dulu sebelum akhirnya beranjak dari bangku tunggu...

arazhr