Tanggal 23-25 Juni 2014, famgath DTE FTUI kali ini ke Pulau Belitung! I was excited karena aku teringat
laskar pelangi. Dan benar saja, menurut tour guide (baru ku ketahui di akhir,
pas nunggu delay pesawat pulang) yang namanya Hendra, Belitung baru banyak
mobil tahun 2008. Itu ketika Belitung mulai didatangi orang untuk wisata, yaitu
setelah ia dipublikasi oleh Andrea Hirata, melalui tulisannya, “Laskar Pelangi”
yang diangkat menjadi sebuah film layar lebar. Tak heran “Museum Kata Andrea
Hirata” ini turut menjadi destinasi wisata Belitung.
novel Laskar Pelangi dalam berbagai bahasa |
Sebelum
ke sana, kami sudah mengunjungi juga replika sekolah Muhammadiyah, sekolahnya
kesepuluh murid Bu Muslimah, di Gantong. Konon, yang asli sudah dijadikan
sekolah.
Hari
beranjak siang, perut berderak lapar. Pergilah rombongan kita ke restoran Fega.
Restoran ini punya panorama muara yang indah. Di sana kebetulan ketemu pak
bupati Belitung, adiknya Ahok. Di Belitung, seperti wajarnya kepulauan yang
kaya sumber laut, makanannya pun tak jauh dari seafood. Ikan bakar, cumi
goreng, atau bakso udang adalah menu makanan restoran-restoran Belitung.
Hari
Kedua
dibalik topi ini ada adikku lagi melihat pemandangan dari kaca bus |
Bersiap
untuk seharian di laut!
Mulai
dari Pantai Tanjung Kelayang. Pakai pelampung, pakai sunblock, topi lebar, foto
rombongan, tak lupa kirim salam untuk…
gak jadi dikirim ke temen-temen rohis soalnya salah ambil foto,
harusnya view lautnya juga diambil...
Lalu
naik perahu, berlayar ke pulau pasir! Belum sempat perahu tertambat, aku sudah
lompat ke laut, berenang di sejuknya air laut yang hampir menenggelamkan pulau
ini. Belitung sangat kaya akan pasir timah, tetap kaya walau berton-ton sudah
berpindah ke Singapura, turut andil pada megahnya Santosa Island. Bolehlah
berterima kasih pada Andrea Hirata, yang memancing publik untuk menyorot
Belitung sehingga selamat oleh kesadaran untuk lestarikan sisa-sisa keindahan
alamnya.
Mobilisasi
dengan perahu, menikmati pemandangan pulau-pulau kecil di antara bentangan laut
biru sambil diterpa angin yang selalu hampir menerbangkan topi kami. Singgahlah
di Pulau Burung. Ada fun games yang diikuti dosen-dosen, sementara
anak-anak sudah menghamburkan perlengkapan pantai mereka, membuat istana pasir,
dilengkapi benteng yang juga pasir disekitarnya demi menahan dari ombak. Yang
lebih besar, berenang menengah ke laut sejauh mereka berani, membiarkan diri terombang
ombak, merelakan kulit terbakar surya.
Kalau
saja abang dan kakak (begitu orang Belitong menyebutnya) EO ini tidak ada, tak
akan ingat kami untuk beranjak. Kembalilah kami ke perahu, mengarungi lautan
dan berhenti di suatu titik. Aku membuka bungkus Saltcheese dan memoteknya kecil-kecil,
menaburkan di laut. Satu ikan datang, mencicip suguhan itu. Disusul kawanannya,
cantik sekali, Masya Allah. Teman-teman di perahu lain sudah asyik di permukaan
laut ketika goggle tiba di perahuku. Penuh semangat, kami pun segera bersiap
snorkeling. Aku membawa serta saltcheese di botol bekas mineral untuk
mendatangkan ikan-ikan ke sekelilingku. Sisik mereka berpendar menyempurnakan
keindahan panorama dasar laut. Kami sangat menyayangkan waktu yang terlau
sebentar untuk keseruan ini.
Ternyata
kami kelelahan juga, saat pelayaran ke suatu pulau untuk makan dan
bersih-bersih, buaian angin laut melelapkan kami.
Pantai
tanjung tinggi. Mahabesar Allah, batu-batu besar yang kokoh bersanding dengan
akar pepohonan raksasa. Menjadikan rimbun suasana yang berpadu dengan tenangnya
air laut. Di sana juga ada monumen Laskar Pelangi, menandakan bahwa inilah
salah satu keindahan alam yang dipromosikan melalui film tersebut.
Hari
Ketiga
Kalau
kemarin kami menikmati sengatan mentari, hari ini kami kegerahan bukan kepayang
oleh mentari Belitung ini. Di hari terakhir ini kami berkunjung ke Museum Belitung. Di sana dipajang berbagai jenis batuan di Belitung, ada juga
replika tambang timah, dan beberapa jenis satwa. Salah satunya ada buaya laskar
pelangi. Haha.
Lalu
berkunjung ke beberapa pusat oleh-oleh. Salah satunya Rumah Batik. Corak batik
Belitung diantaranya adalah Kantong Semar dan Kremunte. Ah, aku dulu penasaran
apa itu Kremunte yang disebut-sebut di salah satu lagu Musikal Laskar Pelangi.
Ternyata tanaman khas Belitung
Kabar
keterlambatan pesawat mendamparkan kami disini. Abang Henkus bercerita bahwa
semasa kecil ia suka berenang disini. Naik sepeda ramai-ramai, menempuh 10
kilometer. Satu sepeda berboncengan, mengayuhnya bergantian 3-4 kali. Dulu
sungai ini airnya tinggi namun tenang, bersih. Sehingga menjadi satu dari
sedikit hiburan bagi mereka yang dulu masih bocah-bocah. Pertambangan timbah
yang menjadi sebab memekatnya air di sini, lalu tempat ini ditinggalkan dan
beginilah jadinya…
Keterlambatan
pesawat ternyata ditambah 2 jam setelah 2 jam. Setelah terjebak bosan di ruang
tunggu bandara, pesawat dari Jakarta itu pun mendarat disambut sorak calon
penumpang yang harus meregangkan otot dulu sebelum akhirnya beranjak dari
bangku tunggu...arazhr